Pengembangan Teknilogi Informasi (IT)
dalam Pendidikan
Program Pascasarjana
Sekolah Tinggi Islam Blambangan (STIB)
Banyuwangi
Tahun akademik 2013/2014
Oleh:
Dr. Kundofir, Dpl.T.Ed., ST., M.Pd
DAMPAK NEGATIF PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMONIKASI DI KALANGAN ANAK-ANAK
1. Pendahuluan
Ibu Endang merasa beruntung anak-anaknya ‘bersahabat’
dengan komputer sejak dini. Fatih (9), anaknya yang pertama, tak hanya senang
bermain games, namun juga lancar mengoperasikan berbagai program olah kata dan
angka. Sementara adiknya, Nadia (4) yang baru belajar mengenal komputer, sudah
asyik menjajal program pendidikan dalam mengenal warna dan bentuk saja. Fatih
kini pintar matematika lantaran sering berlatih dengan bantuan komputer.
Sementara Nadia punya banyak kosakata bahasa Inggris juga lantaran sering
bermain komputer.
Tetapi, Ibu Rahmi justru
merasa punya masalah dengan ‘keakraban’ anaknya dengan komputer. Menurutnya,
Rizki (7 tahun) kini lebih sukai ‘bermain’ dengan komputernya daripada dengan
teman-temannya. Rizki bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk bermain
games. Ia juga malas bila diajak menulis atau menggambar. Tak heran, tugas
menggambar di sekolah tidak pernah dikerjakannya sampai tuntas. Tetapi, untuk
menggambar di komputer ia sangat pandai. Maklum, dengan satu dua klik-an saja,
ia sudah dapat menggambar dan mewarnai dengan sempurna.
Pernah punya pengalaman senada?
Pernah punya pengalaman senada?
Positif-Negatif Nina Armando, Staf Pengajar Jurusan Komunikasi FISIP UI, mengatakan bahwa kemunculan teknologi komputer sendiri sesungguhnya bersifat netral. Pengaruh positif atau negatif yang bisa muncul dari alat ini tentu saja lebih banyak tergantung dari pemanfaatannya. Bila anak-anak dibiarkan menggunakan komputer secara sembarangan, pengaruhnya bisa jadi negatif. Sebaliknya, komputer akan memberikan pengaruh positif bila digunakan dengan bijaksana, yaitu membantu pengembangan intelektual dan motorik anak.
Senada dengan Nina, Muhammad Rizal, Psi, Psikolog di
Lembaga Psikologi Terapan UI, mengatakan banyak manfaat dapat diambil dari
penggunaan komputer, namun tak sedikit pula mudhorot yang bisa ditimbulkannya.
Diantara manfaat yang dapat
diperoleh adalah penggunaan perangkat lunak pendidikan seperti program-program
pengetahuan dasar membaca, berhitung, sejarah, geografi, dan sebagainya.
Tambahan pula, kini perangkat pendidikan ini kini juga diramu dengan unsur
hiburan (entertainment) yang sesuai dengan materi, sehingga anak semakin suka.
Manfaat lain bisa diperoleh anak lewat program
aplikasi berbentuk games yang umumnya dirancang untuk tujuan permainan dan
tidak secara khusus diberi muatan pendidikan tertentu. Beberapa aplikasi games
dapat berupa petualangan, pengaturan strategi, simulasi, dan bermain peran
(role-play).
Dalam kaitan ini, komputer dalam
proses belajar, akan melahirkan suasana yang menyenangkan bagi anak.
Gambar-gambar dan suara yang muncul juga membuat anak tidak cepat bosan,
sehingga dapat merangsang anak mengetahui lebih jauh lagi. Sisi baiknya, anak
dapat menjadi lebih tekun dan terpicu untuk belajar berkonsentrasi.
Namun, sisi mudhorot penggunaan
komputer tak juga bisa diabaikan. Salah satunya adalah dari kemungkinan anak,
kemungkinan besar tanpa sepengetahuan orangtua, ‘mengkonsumsi’ games yang menonjolkan
unsur-unsur seperti kekerasan dan agresivitas. Banyak pakar pendidikan
mensinyalir bahwa games beraroma kekerasan dan agresi ini adalah pemicu
munculnya perilaku-perilaku agresif dan sadistis pada diri anak.
2.
Akses negatif lewat internet
Pengaruh negatif lain, disepakati Nina dan Rizal adalah terbukanya akses negatif anak dari penggunaan internet. Mampu mengakses internet sesungguhnya merupakan suatu awal yang baik bagi pengembangan wawasan anak. Sayangnya, anak juga terancam dengan banyaknya informasi buruk yang membanjiri internet.
Melalui internetlah berbagai
materi bermuatan seks, kekerasan, dan lain-lain dijajakan secara terbuka dan
tanpa penghalang. Nina mengungkapkan sebuah studi yang menunjukkan bahwa satu
dari 12 anak di Canada sering menerima pesan yang berisi muatan seks, tawaran
seks, saat tengah berselancar di internet.
Meski demikian, baik Nina
maupun Rizal sepakat bahwa mengajarkan internet bagi anak, di zaman sekarang
merupakan hal penting. Hanya saja, demi mencegah dampak negatifnya, ada
beberapa hal yang harus dilakukan orangtua.
Pertama, orangtualah yang
seharusnya mengenalkan internet pada anak, bukan orang lain. Mengenalkan
internet berarti pula mengenalkan manfaatnya dan tujuan penggunaan internet.
Karena itu, ujar Nina, orangtua terlebih dahulu harus ‘melek’ media dan tidak
gatek.
”Sayangnya, seringkali anaknya
sudah terlalu canggih, sementara orangtuanya tidak tahu apa-apa. Tidak tahu
bagaimana membuka internet, juga tidak tahu apa-apa soal games yang suka
dimainkan anak. Nanti ketika ada akibat buruknya, orangtua baru menyesal,”
sesal Nina.
Kedua, gunakan software yang
dirancang khusus untuk melindungi ‘kesehatan’ anak. Misalnya saja program nany
chip atau parents lock yang dapat memproteksi anak dengan mengunci segala akses
yang berbau seks dan kekerasan.
Ketiga, letakkan komputer di
ruang publik rumah, seperti perpustakaan, ruang keluarga, dan bukan di dalam
kamar anak. Meletakkan komputer di dalam kamar anak, menurut Nina akan
mempersulit orangtua dalam hal pengawasan. Anak bisa leluasa mengakses situs
porno atau menggunakan games yang berbau kekerasaan dan sadistis di dalam kamar
terkunci. Bila komputer berada di ruang keluarga, keleluasaannya untuk
melanggar aturan pun akan terbatas karena ada anggota keluarga yang lalu
lalang.
Cegah kecanduan
Pengaruh negatif lain bagi
anak, menurut Rizal, adalah kecendrungan munculnya ‘kecanduan’ anak pada
komputer. Kecanduan bermain komputer ditengarai memicu anak menjadi malas
menulis, menggambar atau pun melakukan aktivitas sosial.
Kecanduan bermain komputer
bisa terjadi terutama karena sejak awal orangtua tidak membuat aturan bermain
komputer. Seharusnya, menurut Rizal, orangtua perlu membuat kesepakatan dengan
anak soal waktu bermain komputer. Misalnya, anak boleh bermain komputer
sepulang sekolah setelah selesai mengerjakan PR hanya selama satu jam. Waktu
yang lebih longgar dapat diberikan pada hari libur.
Pengaturan waktu ini perlu dilakukan agar anak tidak berpikir bahwa bermain komputer adalah satu-satunya kegiatan yang menarik bagi anak. Pengaturan ini perlu diperhatikan secara ketat oleh orangtua, setidaknya sampai anak berusia 12 tahun. Pada usia yang lebih besar, diharapkan anak sudah dapat lebih mampu mengatur waktu dengan baik.
Pengaturan waktu ini perlu dilakukan agar anak tidak berpikir bahwa bermain komputer adalah satu-satunya kegiatan yang menarik bagi anak. Pengaturan ini perlu diperhatikan secara ketat oleh orangtua, setidaknya sampai anak berusia 12 tahun. Pada usia yang lebih besar, diharapkan anak sudah dapat lebih mampu mengatur waktu dengan baik.
3.
Peran penting orangtua
Menimbang untung ruginya
mengenalkan komputer pada anak, pada akhirnya memang amat tergantung pada
kesiapan orangtua dalam mengenalkan dan mengawasi anak saat bermain komputer.
Karenanya, kepada semua orangtua, Rizal kembali mengingatkan peran penting
mereka dalam pemanfaatan komputer bagi anak.
Pertama, berikan kesempatan
pada anak untuk belajar dan berinteraksi dengan komputer sejak dini. Apalagi
mengingat penggunaan komputer adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari pada
saat ini dan masa yang akan datang.
Kedua, perhatikan bahwa
komputer juga punya efek-efek tertentu, termasuk pada fisik seseorang. Karena
perhatikan juga amsalah tata ruang dan pencahayaan. Cahaya yang terlalu terang
dan jarak pandangan terlalu dekat dapat mengganggu indera penglihatan anak.
Ketiga, pilihlah perangkat
lunak tertentu yang memang ditujukan untuk anak-anak. Sekalipun yang dipilih
merupakan program edutainment ataupun games, sesuaikan selalu dengan usia dan
kemampuan anak.
Keempat, perhatikan keamanan
anak saat bermain komputer dari bahaya listrik. Jangan sampai terjadi
konsleting atau kemungkinan kesetrum terkena bagian tertentu dari badan Central
Processing Unit (CPU) komputer.
Kelima, carikan anak meja atau
kursi yang ergonomis (sesuai dengan bentuk dan ukuran tubuh anak), yang nyaman
bagi anak sehingga anak dapat memakainya dengan mudah. Jangan sampai mousenya
terlalu tinggi, atau kepala harus mendongak yang dapat menyebabkan kelelahan.
Alat kerja yang tidak ergonomis juga tidak baik bagi anatomi anak untuk jangka
panjang.
Keenam, bermain komputer bukan
satu-satunya kegiatan bagi anak. Jangan sampai anak kehilangan kegiatan yang
bersifat sosial bersama teman-teman karena terlalu asik bermain komputer.
” Hari gini gak punya HP?
Aduh kasihan deh, lu.” Itu ungkapan yang sangat
populer di kalangan remaja, terutama pelajar. Salah satu assesori yang paling
penting bagi mereka agar digolongkan kelompok yang gaul. Namun, sayang sampai
sejauh ini penulis belum menemukan penelitian tentang efektifitas telepon
genggam bagi siswa.
Tidak bisa disangkal dengan penemuan teknologi canggih
itu orang menjadi semakin leluasa berkomunikasi. Tak terkecuali para siswa di
sekolah, terutama SMA dipastikan telah sangat akrab dengannya. Para guru sudah
mafhum bahwa benda itu kini bukan lagi barang mewah seperti saat pertama kali
muncul. Bahkan sering dijumpai siswa dengan latar belakang ekonomi yang
pas-pasan pun memiliki barang itu. Meski tentu untuk mendapatkannya mereka
memaksa orang tua dengan berbagai dalih.
Alasan Memiliki HP
Alasan Memiliki HP
Ada berbagai alasan siswa membawa telepon genggam (HP)
ke sekolah, antara lain adalah:
a. Mempermudah komunikasi
Peran ini memang vital terutama bagi siswa yang
relatif jauh rumahnya dari sekolah dan ada kendala transportasi. Untuk itu
peranan HP sangat penting sekali untuk memastikan kapan dan kapan jemputan
diperlukan.
b. Mengikuti trend dan bahasa
gaul.
Kebutuhan komunikasi tidak terlalu penting sebenarnya.
Justru mereka tidak tahu untuk apa HP kecuali untuk mengekor teman-temannya.
Penganut madzhab ini biasanya menggunakan HP untuk ber-sms-ria sesama kawannya.
Dan dengan memiliki piranti ini mereka merasa derajatnya naik. Jadi ada bahasa
simbol bagi kelompok ini. HP menjadi simbol pergaulan siswa.
c. Mencari informasi iptek
lewat internet
Hal ini dimungkinkan dengan penemuan seri HP canggih
generasi 3G yang memberikan kesempatan penggunanya untuk browsing internet
lewat HP. Namun alasan ke tiga ini sangat sedikit yang mengikuti karena selain
membutuhkan piranti yang harganya mahal, biaya pemakaiannya pun tidak murah.
Dari pengamatan penulis sebagai guru, ternyata alasan
kedua yang paling banyak pengikutnya. Mereka memiki HP tidak dengan tujuan yang
jelas kecuali untuk iseng dan mengejar gengsi. Tidak peduli dengan kondisi
orang tua, mereka merasa belum afdhol kalau belum memiliki HP. Karena tujuannya
kurang jelas dengan penggunaan alat itu maka dapat ditebak apa yang akan
terjadi dengan pola komunikasinya. Mereka lebih banyak menghabiskan pulsa untuk
hal yang tidak jelas pula, entah hanya sekedar ber-sms atau bertukar lagu dan
atau gambar.
5.
Dampak Intelektual Bagi Siswa
Dampak dari pemakaian HP dengan maksud tak jelas itu
sangat merugikan bagi siswa maupun orang tuanya, juga bagi guru sangat
merugikan dalam kegiatan belajar mengajar. Meskipun penulis tidak menafikan
dengan banyaknya manfaat yang bisa diperoleh oleh siswa dengan adanya HP
seperti sudah dibahas di atas. Namun nampaknya keuntungan itu tidak sepadan
dengan kerugian bagi pengguna dengan alasan-alasan tersebut. Paling tidak ada
beberapa kerugian yang didapat :
a. Menurunnya konsentrasi
belajar.
Perhatikan saja siswa yang banyak menggunakan HP
dengan tujuan yang tidak jelas. Mereka akan lebih suka membicarakan isi SMS
atau tipe HP yang tengah ngetrend daripada memperbincangkan pelajaran. Lebih
parah lagi bagi sekolah yang kurang ketat dalam pengawasan penggunaan HP pada
siswanya. Bisa-bisa saat pelajaran berlangsung para siswanya akan mencuri-curi
waktu untuk melakukan SMS dengan temannya.
b. Menambah pengeluaran ekstra
alias boros
Dengan kondisi perekonomian orang tua yang serba
minim, namun karena anaknya memaksa untuk bisa memiliki HP maka mereka harus
mengeluarkan anggaran ekstra. Bila sebelumnya orang tua cukup memberi uang
jajan dan transport setelah memiliki HP harus menambah uang beli pulsa. Dan
karena sebagian besar siswa belum memiliki skala prioritas dalam pembelajaran,
maka sebagaian siswa menghabiskan uang mereka untuk membeli pulsa. Mereka rela
tidak jajan asal bisa ber-sms-ria dengan temannya. Bahkan kebutuhan untuk
membeli buku atau keperluan belajar lainnya bisa kalah dengan kebutuhan membeli
pulsa. Para guru di daerah pinggiran utamanya akan sangat faham dengan perilaku
siswa semacam ini.
c. Meningkatnya gambar porno
dan kata-kata jorok lewat HP
Ini adalah akibat yang paling serius dari pemilikan HP
yang tak memiliki tujuan yang jelas. Dengan keisengan khasnya, mereka
menggunakan HP untuk saling bertukar gambar porno dan bercanda lewat sms dengan
kata-kata yang menjurus porno pula. Bahkan yang paling mengerikan, mereka
membuat gambar porno dengan model atau pemeran mereka sendiri seperti telah
terjadi beberapa waktu lalu di salah satu SMA di Madiun, Jawa Timur.
Dan yang memprihatinkan biasanya orang tua tidak tahu
aktifitas yang dilakukan anaknya lewat HP-nya. Karena banyak orang tua yang
gaptek atau gagap teknologi, maka dengan gampangnya mereka dikelabuhi anaknya.
Dengan berpura-pura menjadi anak yang manis di rumah dan berada di kamar dengan
buku digelar di meja belajar. Namun sesungguhnya ia mengembara di dunianya yang
lain nan jauh. Maka disinilah peran sekolah untuk selalu mengawasi penggunaan
HP bagi siswa di sekolah sangat diperlukan.
6. Larangan Membawa HP di Sekolah
6. Larangan Membawa HP di Sekolah
Berangkat dari hal tersebut penulis memberikan
kesimpulan bahwa pemakaian HP bagi siswa di sekolah pada umumnya lebih banyak
mudlorot ( keburukan ) dari pada manfaatnya. Maka akan sangat tepat apabila
sekolah mempertimbangkan untuk melarang membawa HP ke sekolah bagi siswanya.
Atau paling tidak memperbolehkan mengaktifkan HP di sekolah. Penulis yakin akan
muncul keraguan dari sekolah atas keputusan yang tidak populer itu, namun
dengan pertimbangan seberapa manfaat yang didapat dan keburukan yang akan
diderita tentu pihak sekolah akan setuju dengan pendapat penulis. HP hanya
boleh dibawa dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat insidental, semisal : kemah,
darmawisata, studi lapangan dll.
Tentunya akan muncul pertanyaan, apakah dengan
pelarangan itu akan mampu mencegah penyalah-gunaan HP ? Toh mereka bisa
melakukannya di luar jam sekolah ? Jawabnya memang ya. Tapi kita telah berusaha
untuk mengurangi dampaknya. Dan ada hal yang sangat penting menurut penulis
terkait dengan pemakaian HP bagi siswa, yakni :
a. Memberikan penjelasan secara komunikatif dan
persuasif tentang manfaat dan kerugian HP bagi siswa. Tentu saja penjelasan itu
diberikan sejujur dan sejelas mungkin, sehingga siswa memiliki pemahaman dan
kesadaran diri yang cukup untuk menggunakan piranti tersebut secara bertanggung
jawab.
b. Pada setiap pertemuan dengan orang tua , terutama
pada awal tahun pelajaran sekolah agar memberikan penerangan pada orang tua
sejelas dan sejujur mungkin tentang manfaat dan kerugian HP bagi siswa di
sekolah. Dan bagi sekolah yang melarang siswanya membawa HP agar sedini mungkin
memberikan tata tertib ini pada siswa dan orang tua agar mengetahuinya.
c. Secara berkala sekolah melakukan operasi terhadap
benda-benda terlarang yang mungkin dibawa siswanya termasuk : obat-obatan
terlarang, cerita dan gambar porno, senjata tajam, dll. Dan apabila dalam
operasi itu didapatkan hal-hal yang melanggar tata tertib, maka pihak orang tua
harus diberi tahu, sehingga pendidikan tetap berjalan dalam koridor tanggung
jawab bersama.
Semoga generasi muda kita menjadi generasi yang cerdas dan mampu menggunakan kecanggihan teknologi secara arif. Semoga!
7.
Pengaruh Hp Terhadap Kondisi Pskologis Siswa
Perkembangan teknologi semakin memasyarakat dikalangan
anak didik. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi orang tua, karena punya
anak yang tidak ketinggalan jaman. Orang tua menyadari akan pentingnya HP bagi
anaknya dengan berbagai alasan. Sehingga HP, dewasa ini bukan barang mewah lagi
atau bukan kebutuhan sekunder, melainkan kebutuhan primer. HP dipergunakan
untuk hal-hal pelayanan, transaksi bisnis dan promosi. Perkembangan teknologi
semakin meningkat, fungsi HP semakin meluas bukan hanya sebagai alat
komunikasi, tetapi juga dipergunakan dalam urusan lain seperti; SMS, MP3,
Vidio, Kamera, Recoard, sehingga HP menjadi Multimedia. Siapa tak tertarik
olehnya? Keberhasilan HP menggerogoti pikiran orang, tak disadari imperialisme
budaya pun merajalela. kini HP adalah sakunya anak didik. Hampir semua anak
didik mengantongi HP. Mereka merasa PD dengan HP dan seolah-olah menyatakan
dirinya “saya orang modern, saya orang teknologi”). Budaya tradisional semakin
jauh ketinggalan oleh gaya hidup mewah. Etika oleh filsafat Yunani besar
Aristoteles (384-322 s,M) sudah dipakai untuk menunjuk filsafat moral. Secara
etimologi berarti adat, kebiasaan. Untuk kasus di atas pengertian etika secara
etimologi nampaknya belum cukup, maka ada penjelasan lain yang lebih koperensif
tentang pengertian etika yaitu:
1). Nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya,
2). Kumpulan asas atau nilai
moral (kode etik),
3) ilmu tentang yang baik atau
buruk (K.Bertens, 2005, hal 4-6). Kalau berorientasi pada teori belajar hakikat
belajar adalah adanya perubahan tingkah laku.
Pengalaman siswa bagian dari
proses pembelajaran, kemampuan menggunakan HP juga bagian dari pembelajaran.
Tetapi perubahan tingkah laku atau prilaku yang bagaimana yang diinginkan dalam
pendidikan?. Untuk menjawabnya adalah etika, etika moral sorang siswa. Jadi
tujuan pendidikan atau pembelajaran yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku
yang beretika. Bagaimana etika anak didik di era teknolgi HP saat ini? Dalam
hal integritas kesiswaan, ada gejala-gejala kesenjangan. Anak didik yang
membawa HP cendrung bersifat individualisme, mereka bergaual atau
bercakap-cakap bukan dengan teman disampingnya, melainkan orang yang diluar
lingkungan belajarnya dengan sarana SMS HP-nya. Karena HP barang mahal sehingga
dapat dimaklumi bila ada keengganan meminjamkan pada temannya. Prilaku seperti
ini berlangsung terus menerus, maka mulai muncul sikap-sikap egois dan pamer di
antara anak didik yang membawa HP. Bagi anak didik yang tidak membawa HP merasa
terasing di lingkungan sekolah bahkan merasa asing di kelasnya sendiri. Sekali
dua kali dipinjamkam untuknya, selanjutnya tak heran muncul perasaan malu,
apalagi tidak bisa mengoperasikan. Siswa yang tidak punya HP harus beradaptasi,
agar tidak kena seleksi dilingkungan kelasnya, caranya “menuntut kepada orang
tua agar dibelikan HP”. Integritas semakin melemah dan kesenjangan pergaulan
akibat Teknologi semakin besar walupun tidak muncul dipermukaan ( teori konflik
laten) Di dalam ruang belajar (di kelas) sadar atau tidak sadar, sengaja atau
bukan sengaja, sering suara HP berdering mengusik ketenangan dan keseriuasan
belajar. Hanya dengan sepatah dua patah kata “maaf pak saya lupa mematikan”
seorang guru tidak bias berbuat apa-apa, tertindas oleh teknologi. Tidak kalah
menariknya untuk diungkapkan tentang prilaku siswa dalam ruangan kelas ketika
mata pelajaran Matematik, Kimia atau Fisika, HP semuanya keluar dari kantong
atau tasnya hanya untuk menjumlahkan, mengurangkan atau mengalikan bilangan-bilangan
sederhana dalam contoh soal perhitungan yang diberikan oleh guru. Tentu ini
gejala buruk bagi perkembangan nalar atau logika berpikir siswa. Tidak percaya
dengan pikirannya, lambat menggunakan pikiran atau nalar dan bahkan factor
malas orat-oret karena lebih praktis dengan HP. Yang lebih memprihatinkan
menjawab soal ulangan dengan bantuan teman lewat SMS.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Muhammad
Syafti Pebrianda, Dian Febriasari, Iman Adi Thaib, Lia Nita Hafiva, Mardiana,
Diah Anggreni, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara untuk mengetahui
pengaruh penggunaan handphone terhadap perilaku anak SMA, didapat data yang
berasal dari angket kuisioner yang disebar kepada anak SMA yang berasal dari
beberapa sekolah menengah atas yang ada dikota medan didapati bahwa ada
hubungan yang signifikan antara penggunaan handphone oleh kalangan anak SMA
terhadap perilaku mereka. Hal ini dapat kita lihat dari realita yang
memperlihatkan banyak diantara anak SMA tersebut menggunakan handphone tidak
hanya terbatas pada sarana komunikasi yang digunakan untuk bertukar informasi,
dan fitur – fitur yang terdapat didalam handphone jauh lebih sering digunakan.
Penggunaan fitur -fitur handphone tersebut oleh mereka mengindifikasikan
terjadinya perubahan perilaku mereka.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada
anak SMA mayoritas menyatakan bahwa mereka cenderung menghabiskan banyak waktu
untuk menggunakan fasilitas – fasilitas yang terdapat didalam handphone
tersebut. Dalam realita kita sering mendapati bahwa banyak anak remaja yang
tergolong kedalam status siswa SMA menggunakan handphone lebih pada fitur –
fitur yang tersedia didalamnya. Mereka cenderung menghabiskan waktu mereka
untuk memainkan fasilitas game yang tersedia didalam handphone tersebut, atau
dapat menghabiskan waktu berjam – jam untuk mendengarkan MP3 atau menggunakan
fasilitas yang lain yang tak jarang yang dilakukan yaitu dengan menyendiri dan
cenderung menjauh dari komunitas yang ada.
Salah satu yang terjadi di SMAN1 Balige ditemukan
beberapa handphone siswa berisikan video porno. Kepala Sekolah SMAN1 Balige
menjelaskan, sudah dua kali pihak guru pembimbing [BP] sekolah melakukan razia
ke dalam semua ruangan kelas. Razia dilakukan mendadak. Setiap HP siswa
diperiksa apakah berisi gambar atau video porno. Ternyata ada, ditemukan hampir
10 ponsel berisi film porno berdurasi singkat. Di antara yang tertangkap itu,
ada juga HP milik pelajar perempuan.
Salah satu bentuk penanggulangan dampak penggunaan
handphone terhadap prilaku siswa adalah pembebasan handphone yang dilakukan
SMAN 3 Kediri. Menurut Kepala Sekolah SMAN3 Kediri mengatakan “Kami tidak
bermaksud membatasi penggunaan teknologi komunikasi di sekolah. Sebagaimana
sifat teknologi itu sendiri, kemajuannya memang tidak mungkin terbendung. Kebijakan
seperti ini lebih bersifat sebagai filter belaka, demi kemajuan pendidikan dan
siswa itu sendiri,” terang Wahid. Lebih jauh, Wahid juga menampik bahwa
pengambilan kebijakan tersebut diartikan sebagai langkah praktis atas kegagalan
sekolah mengimbangi perkembangan teknologi. ”Sekolah tidak alergi terhadap
teknologi komunikasi. Hanya saja, dalam aplikasinya, sekolah juga bertanggung
jawab terhadap perkembangan moral siswa terkait maraknya penyimpangan
penggunaan teknologi kemunikasi ini,” elaknya. Itu sebabnya, lanjut Wahid,
kebijakan tersebut masih berada dalam ambang komunikatif antara sekolah, orang
tua, dan siswa. ”Pokok kebijakannya adalah melarang siswa membawa dan atau
mengoperasionalkan HP di lingkungan sekolah selama KBM berlangsung. Kami tidak
melarang siswa menyimpan HP di jok sepeda motor dan menyalakannya usai sekolah.
Tetap ada sanksi untuk pelanggar, namun bentuknya juga bertahap, serta
melibatkan peran orangtua siswa,” imbuhnya. Kebijakan tersebut juga menjadi
bagian dari riset SMAN 3 mengenai pengaruh ada tidaknya HP dan hubungannya
dengan perkembangan belajar siswa. Riset awal ini dicanangkan selama tiga
tahun, dengan membandingkan grade nilai siswa sebelum dan sesudah adanya
kebijakan ini. Namun demikian kebijakan ini tidak berlaku untuk guru dan staf,
yang dibuatkan peraturan tersendiri. “Guru mau tidak mau akan tetap menjadi
panutan. Oleh ebab itu, meskipun tidak dikenakan dengan kebijakan ini, ada
peraturan yang menyebutkan guru boleh membawa dan menggunakan HP di sekolah,
namun hanya ditempat-tempat tertentu
Istilah teknologi informasi mulia populer di akhir
tahun 70-an . Pada masa sebelumnya informasi teknologi biasa disebut teknologi
komputer atau pengolahan data . Teknologi informasi merupakan elemen penting
dalam kehidupan masyarakat . Peranan teknologi informasi pada aktivitas manusia
pada saat ini memang sangat besar . Teknologi telah menjadi fasilitas utama
bagi kegiatan berbagai sektor manusia yang memberikan andil besar dalam
perubahan-perubahan yang mendasar.
Handphone pada hakikatnya sanagat diperlukan oleh
semua masyarakat . pada umumnya fungsi daripada handphone sendiri selain untuk
berkomunikasi dengan sanak saudara atau teman-teman , handphone juga dijadikan
teman bermain , mendengarkan musik, dan mengabadikan momen-momen tertentu lewat
kamera handphone . Oleh karena itu banyak dampak positif maupun negatif
daripada penggunaan handphone .
Dampak positif dari penggunaan
handphone .
1. Mempermudah komunikasi.
2. Menambah pengetahuan tentang perkembangan teknologi.
3. Memperluas jaringan persahabatan.
Dampak kurang baik dari handphone
dan menurunkan kualitas belajar.
1.
Radiasi
Sejumlah penelitian yang dilakuan menunjukkan radiasi
telepon genggam berakibat buruk terhadap tubuh manusia. Misalnya meningkatkan
risiko terkena tumor telinga dan kanker otak, berpengaruh buruk pada jaringan
otak, merusak dan mengurangi jumlah sperma hingga 30 persen, mengakibatkan
meningioma, neurinoma akustik, acoustic melanoma, dan kanker kelenjar ludah.
Sayangnya, tak satu pun 6 vendor telepon seluler terbesar dunia merespon
hasil-hasil penelitian tersebut. Boleh saja para ahli mengingatkan bahayanya
gelombang elektromagnetik, namun hampir selalu ditanggapi produsen dengan
statement, “Aman-aman saja.”
Meski belum ada kepastian terhadap hasil penelitian
ini, pimpinan proyek penelitian Franz Adlkofer menyarankan tindakan pencegahan
dengan menganjurkan penggunaan telepon genggam hanya dalam keadaan darurat
saja. Artinya, kalau di sekitar Anda tersedia telepon biasa sebaiknya Anda
menghindari memakai telepon seluler. Atau, menggunakan peralatan hands-free kapan
saja memungkinkan.
2. Gangguan Reproduksi
Seperti sebuah mitos, tetapi
ada sedikit data yang menyebutkan bahwa handphone dapat memberikan efek pada
kesuburan pria. Faktanya, sebuah penelitian yang dipublikasikan jurnal medis,
Fertility & Serility, menguji penggunaan handphone oleh 361 pria pada
sebuah klinik kesuburan. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin sering seorang pria
menggunakan handphone-nya, semakin rendah jumlah, kualitas dan ketahanan sperma
mereka.
Pada bulan Oktober, dilaporkan
sebuah penelitian yang dilakukan pada hewan menemukan bahwa tikus yang diberi
emisi handphone 6 jam perhari selama 18 minggu memiliki kecenderungan yang
lebih besar mengalami kematian sperma dibandingkan dengan tikus yang tidak
diberi perlakuan. Peneliti tersebut mengatakan dari hasil tersebut bisa
diyakini membawa handphone dekat dengan alat reproduksi dapat memberi efek
negatif pada kesuburan.
3. Tumor Mulut
Penggunaan ponsel dalam waktu
lama dan rutin akan meningkatkan resiko tumor sekitar 50 persen dibanding
mereka yang sama sekali tak menggunakan ponsel.
Studi baru yang dilakukan
ilmuwan Israel yang hasil penelitiannya dimuat di American Journal of
Epidemiology menyatakan bahwa setidaknya 402 orang mengalami tumor mulut dalam
kondisi sedang, sementara 56 lainnya masuk kategori kanker ganas. Penelitian
ini melibatkan 1.266 pengguna ponsel. Mereka yang menggunakan ponsel lebih dari
normal, atau menggunakan dalam waktu lama dan kontinyu beresiko mengembangkan
tumor pada parotid gland (kelenjar liur), yang terletak di mulut dengan posisi
dekat telinga. Pengguna ponsel di area pedesaan atau kawasan pinggiran, di mana
ponsel bekerja lebih keras untuk melakukan kontak dengan BTS (Base Transceiver
Station) terdekat, beresiko lebih besar terkena tumor.
Studi menyebutkan bidang
elektromagnetik yang dipancarkan ponsel secara kontinyu akan membuat sel tubuh
bereaksi berlebihan. Namun tingkat radiasi ponsel yang digunakan selama ini
masih dinilai terlalu kecil efeknya pada kesehatan bahkan untuk mengacaukan
atau merusak struktur DNA. Para ilmuwan masih terus melanjutkan misteri efek
ponsel pada kesehatan ini.
Namun dampak negatif yang
ditimbulkan teknologi handphone terhadap kesehatan dapat kita hindarkan dengan
menggunakan handsfree agar radiasi yang di pancarkan oleh handphone tidak
langsung memancar ke otak.
4. Pengaruh HP terhadap Etika
Siswa
Perkembangan teknologi semakin
memasyarakat dikalangan anak didik. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi
orang tua, karena punya anak yang tidak ketinggalan jaman. Orang tua menyadari
akan pentingnya HP bagi anaknya dengan berbagai alasan. Sehingga HP, dewasa ini
bukan barang mewah lagi atau bukan kebutuhan sekunder, melainkan kebutuhan
primer. Pergeseran nilai terhadap HPmerupakan masalah baru bagi pelajaran
ekonomi, (“kalau demikian pengetahuan tentang kebutuhan primer dan kebutuhan
sekunder dalam bidang ekonomi perlu disesuaikan
Teknologi HP merupakan alat
komunikasi, seperti hal telepon rumah. Tetapi lebih praktis dibandingkan
telepon rumah, sehigga menjadi pilihan bagi kalangan elit politik, birokrasi ,
bisnisman, swastawan, dan kalangan atas lainya. HP dipergunakan untuk hal-hal
pelayanan, transaksi bisnis dan promosi. Perkembangan teknologi semakin
meningkat, fungsi HP semakin meluas bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi
juga dipergunakan dalam urusan lain seperti; SMS, MP3, Vidio, Kamera, Recoard,
sehingga HP menjadi Multimedia. Siapa tak tertarik olehnya?
Keberhasilan HP menggerogoti
pikiran orang, tak disadari imperialisme budaya pun merajalela. kini HP adalah
sakunya anak didik. Hampir semua anak didik mengantongi HP. Mereka merasa PD
dengan HP dan seolah-olah menyatakan dirinya “saya orang modern, saya orang
teknologi”). Budaya tradisional semakin jauh ketinggalan oleh gaya hidup mewah.
Etika oleh filsafat Yunani
besar Aristoteles (384-322 s,M) sudah dipakai untuk menunjuk filsafat moral.
Secara etimologi berarti adat, kebiasaan. Untuk kasus di atas pengertian etika
secara etimologi nampaknya belum cukup, maka ada penjelasan lain yang lebih
koperensif tentang pengertian etika yaitu:
1). Nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya,
2). Kumpulan asas atau nilai
moral (kode etik), 3) ilmu tentang yang baik atau buruk (K.Bertens, 2005, hal
4-6).
Kalau berorientasi pada teori belajar hakikat belajar
adalah adanya perubahan tingkah laku. Pengalaman siswa bagian dari proses
pembelajaran, kemampuan menggunakan HP juga bagian dari pembelajaran. Tetapi
perubahan tingkah laku atau prilaku yang bagaimana yang diinginkan dalam
pendidikan?. Untuk menjawabnya adalah etika, etika moral sorang siswa. Jadi
tujuan pendidikan atau pembelajaran yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku
yang beretika. Bagaimana etika anak didik di era teknolgi HP saat ini?
Dalam hal integritas kesiswaan, ada gejala-gejala
kesenjangan. Anak didik yang membawa HP cendrung bersifat individualisme,
mereka bergaual atau bercakap-cakap bukan dengan teman disampingnya, melaian
orang yang diluar lingkungan belajarnya dengan sarana SMS HP-nya. Karena HP
barang mahal sehingga dapat dimaklumi bila ada keengganan meminjamkan pada
temannya. Prilaku seperti ini berlangsung terus menerus, maka mulai muncul
sikap-sikap egois dan pamer di antara anak didik yang membawa HP. Bagi anak
didik yang tidak membawa HP merasa terasing di lingkungan sekolah bahkan merasa
asing di kelasnya sendiri. Sekali dua kali dipinjamkam untuknya, selanjutnya
tak heran muncul perasaa malu, apalagi tidak bisa mengoperasikan. Siswa yang
tidak punya HP harus beradaptasi, agar tidak kena seleksi dilngkungan kelasnya,
caranya “menuntut kepada orang tua agar dibelikan HP”. Integritas semakin
melemah dan kesenjangan pergaulan akibat Teknologi semakin besar walupun tidak
muncul dipermukaan ( teori konflik laten)
Di dalam ruang belajar (di kelas) sadar atau tidak
sadar, sengaja atau bukan sengaja, sering suara HP berdering mengusik ketenang
dan keseriuasan belajar. Hanya dengan sepatah dua patah kata “maaf pak saya
lupa mematikan” seorang guru tidak bias berbuat apa-apa, tertindas oleh teknologi.
Tidak kalah menariknya untuk diungkapkan tentang
prilaku siswa dalam ruangan kelas ketika mata pelajaran Matematik, Kimia atau
Fisika, HP semuanya keluar dari kantong atau tasnya hanya untuk menjumlahkan,
mengurangkan atau mengalikan bilangan-bilangan sederhana dalam contoh soal
perhitungan yang diberikan oleh guru. Tentu ini gejala buruk bagi perkembangan
nalar atau logika berpikir siswa. Tidak percaya dengan pikirannya, lambat
menggunakan pikiran atau nalar dan bahkan factor malas orat-oret karena lebih
praktis dengan HP. Yang lebih memprihatinkan menjawab soal ulangan dengan
bantuan teman lewat SMS.
Sikap dalam berinteraksi
dengan guru seakan-akan tidak ada perbedaan, rasa hormat hanya prilaku yang
bersifat semu bahkan cendrung bersifat subyektif. Mereka hanya menunjukan
hormatnya ketika mereka perlu (menghadap). Terkadang acuh tak acuh dengan guru
yang ada disampingnya, sibuk memainkan HP. Guru tidak gila hormat, tetapi
hormat kepada guru adalah bagian dari etika siswa (Konsep Guru Pengajian, dan juga
terdapat dalam Manawa Dharmasastra, pasal 71 dan 72)
Mengingat kecanggihan HP sebagai multimedia, menyetel
lagu-lagu, menjadi ngetren di saat saat istiharat, di sana-sini terdengar
alunan musik dari HP-HP. Dan tidak menutup kemungkinan ada siswa yang mojok
memutar pornografi dan luput dari pantauan guru. Siswa jarang mendiskusikan
mata pelajaran yang telah diikuti dan tak peduli hasil ulangan kecil, karena
kebanggaan telah bergeser dari prestasi ke modernisasi.
Pendek kata HP dikalangan siswa dalam lingkungan pendidikan seperti penyedap makanan nikmat, merangsang keinginan, tetapi tak disadari meracuni etika dan moralitas siswa. Etika kesiswaan mengalami degradasi dari dalam dirinya sendiri, dan abrasi dari lingkungan sosialnya. Pendidikan dihadapkan pada masalah dimana ruang dan waktu tak mungkin dirubah. Motivasi belajar siswa tak menentu, datang kesekolah untuk apa dan untuk siapa? Pertanyaan ini mungkin tak akan pernah terjawab dengan benar oleh siswa
Pendek kata HP dikalangan siswa dalam lingkungan pendidikan seperti penyedap makanan nikmat, merangsang keinginan, tetapi tak disadari meracuni etika dan moralitas siswa. Etika kesiswaan mengalami degradasi dari dalam dirinya sendiri, dan abrasi dari lingkungan sosialnya. Pendidikan dihadapkan pada masalah dimana ruang dan waktu tak mungkin dirubah. Motivasi belajar siswa tak menentu, datang kesekolah untuk apa dan untuk siapa? Pertanyaan ini mungkin tak akan pernah terjawab dengan benar oleh siswa
Apakah mungkin dikeluarkam
larangan membawa HP bagi siswa?. Masyarakat akan menuding institusi ini tidak
mengenal Teknologi, bahkan mungkin saja orang tua akam demo dengan alasan yang
sama. Lalu bagaimana?. Dan salah siapa?. Kalau dicermati dari masing-masing
komponen, sekolah, siswa, orang tua, maka semua benar. Tapi yang perlu disadari
sebagai penekanan adalah teknologi silahkan jalan, tetapi hendaknya dibarengi
dengan nilai-nilai, moralitas (etika).
Siapa yang saat ini masih
tidak mengenal alat yang disebut dengan ponsel atau telepon selular, awalnya
memang ponsel ini termasuk barang yang cukup “mewah” dikarenakan mahal dari
segi harga perangkat maupun harga pulsanya, akan tetapi, kini seiring dengan perkembangan
teknologi dan persaingan produsen ponsel yang kian ketat,, ponsel kini sudah
tidak lagi menyandang predikat “barang mewah”. Dengan demikian, alat komunikasi
ini bukan lagi menjadi kebutuhan sekunder, tetapi sudah menjadi kebutuhan
primer. Penggunaan ponsel juga sudah cukup merambah ke hampir semua kalangan
masyarakat, dari pelajar sampai mahasiswa kini sudah dapat menggunakan alat
komunikasi ini, bahkan anak SD pun sudah cukup banyak yang mengantongi ponsel, walau sebenarnya tidak direkomendasikan karena
radiasinya
Tentunya perangkat ini juga
memberikan dampak perubahan perilaku pada masyarakat, contohnya, ketika saya
menyempatkan diri berkunjung ke salah satu Taman Kanak-kanak di kota
Bandung, ponsel sudah menjadi barang kebanggaan orang tua, ada beberapa dari
mereka yang mampu membeli sebuah (atau beberapa) ponsel mahal, sehingga ponsel
itu sendiri menjadi ajang gengsi-gengsian antar orang tua, walau saya sendiri
yakin, fungsi utama ponselnya sudah tidak diperhatikan
Celakanya, perilaku ini
menular pada anak-anaknya, terutama pada anak-anak yang dibelikan ponsel, bahkan
saya sempat menemukan ada anak yang ketika diminta bayar SPP sangat susah
sekali untuk membayar, tapi disaat yang bersamaan mereka mampu untuk membeli
ponsel canggih yang harganya jutaan rupiah. Padahal jumlah nominal SPP saya
rasa sangat tidak sebanding dengan harga ponsel yang dia miliki sendiri.
Oke, selain itu juga, mulai muncul
perilaku negatif yang lainnya, salah satunya adalah anak-anak menjadi bersifat
lebih individualistis, mereka lebih asyik dengan
ponsel mereka masing-masing, karena ponsel sekarang bukan lagi alat komunikasi
suara dan pesan singkat(SMS) saja, tapi kebanyakan sudah bisa internet, chatting, MP3 Player, Game, Video Player, dan lain-lain. Akibat dari efek individualistis inilah yang menyebabkan konsentrasi si anak menjadi
berkurang, saya juga masih sering melihat anak Facebook-an saat jam pelajaran yang notabene tidak
memperhatikan guru, atau lebih extreme lagi, dimana sang anak
menutup telinganya saat guru menerangkan(statement kedua sih pengalaman pribadi,hehe). Itulah yang membuat mereka tenggelam dalam dunia
maya, dan membuat mereka menjadi malas dan konsumtif.
Lalu antisipasinya bagaimana?
Yaa, ada beberapa solusi yang cukup ampuh, salah satunya adalah orangtua
membekali anaknya dengan ponsel yang fasilitasnya tidak terlalu banyak, cukup
menggunakan ponsel standar yang bisa SMS dan telepon saja, cara ini saya kira
cukup ampuh, mengingat zaman saya SMP dulu, hanya dibekali ponsel Siemens C25,
yang hanya bisa telepon dan SMS saja, bahkan fasilitas jam dan kalkukator pun
tidak ada
Bagaimana dengan peraturan
tidak diperbolehkan membawa ponsel ke sekolah? Biasanya banyak orangtua yang
cukup keberatan, terkadang ada beberapa anak yang masih perlu dijemput
atau agar orangtua dapat memantau kondisi anaknya, saya juga secara pribadi
kurang setuju dengan peraturan ini, karena saya pernah mengalami saat dimana
sulit menghubungi orangtua saat itu, menggunakan jasa wartel tarifnya sangat
mahal, sedangkan telepon koin tidak bisa menghubungi ponsel.
Jadi, sebenarnya kita(atau
tepatnya guru karena penulis bukan guru, jadi penulis bukan kita) memberikan
pengertian kepada si anak, bahwa ponsel memiliki fungsi utama sebagai alat
komunikasi, kalaupun memiliki fasilitas games, facebook, chatting, dan
lain-lain sebaiknya tidak menggunakan fasilitas tersebut saat jam pelajaran,
dan saat jam pelajaran berlangsung ponsel harus dimatikan sepenuhnya(bukan flight mode atau Music Mode). Dan juga sebaiknya guru
juga mengikuti saran seperti diatas agar dapat menjadi contoh bagi
siswa-siswinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar