Disajikan dalam materi kuliah
Supervisi
Pembelajaran PAI
Program Pascasarjana
Sekolah Tinggi Islam Blambangan (STIB) Banyuwangi
Tahun akademik 2013/2014
Oleh: Dr. Kundofir, M.Pd
POLA PENDEKATAN DAN BAHAN SUPERVISI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
A. Pendahuluan
Muhammad Ali, menyatakan bahwa guru
adalah komponen pendidikan yang memegang peranan sentral dalam proses belajar
mengajar. Sehubungan dengan itu Mochtar Buchori, menyatakan bahwa yang dapat memperbaiki
situasi pendidikan pada akhirnya berpulang kepada guru yang sehari-hari bekerja
di lapangan.[1][1] Dengan demikian, guru Pendidikan
Agama Islam juga mempunyai peran sangat strategis dalam memperbaiki proses
belajar mengajar dan situasi pendidikan.
Dalam kenyataanya tidak sedikit dari
mereka (para guru) menemui beberapa hambatan pada dirinya yang menyebabkan
kurang maksimalnya pelaksanaan proses belajar mengajar. Hal ini diungkapkan
oleh Mulyasa, bahwa dalam praktek pendidikan sehari-hari, masih banyak guru
yang melakukan kesalahan-kesalahan dalam menunaikan tugas dan fungsinya.
Kesalahan-kesalahan tersebut sering kali tidak disadari oleh para guru, bahkan
masih banyak diantaranya yang menganggap hal biasa dan wajar.[2][2] Hal tersebut terjadi menurut Sagala, salah satunya adalah
kurangnya bantuan supervisi oleh pengawas sekolah yang tidak memadai, dalam
membantu para pendidiknya dalam meningkatkan mutu pendidikan, memperbaiki,
meningkatkan dan mengembangkan mutu kegiatan belajar mengajar.[3][3] Selain itu
menurut Muqowim bahwa dalam prakteknya supervisi administrasi lebih menonjol
dibandingkan dengan supervisi akademik, karena itu tidak mengherankan
sepervisor terkesan hanya mencari kesalahan dan tidak berupaya mencari jalan
keluarnya.[4][4] Maka dapat
disimpulkan peranan supervisi yang sangat penting bagi pengembangan sikap dan
kemampuan guru, sebab supervisi tidak hanya bermanfaat bagi peningkatan
kualitas mengajar guru, tetapi juga bagi efektifitas tujuan mengajar. Dengan
demikian supervisor dalam melaksanakan supervisi harus aktif, kreatif dan
inovatif
Supervisi hadir karena satu alasan yang menurut Oteng
Sutina (1982) yaitu untuk memperbaiki mengajar dan belajar dan untuk membimbing
pertumbuhan kemampuan dan kecakapan profesional guru. Lebih tegas dinyatakan
Fritz Carrie dan Greg Miller, bahwa bila tidak ada unsur supervisi, sistem pendidikan
secara keseluruhan tidak akan berjalan dengan efektif dalam usaha mencapai
tujuan.[5][5] Maka
Pengawas sekolah memiliki peran yang sangat signifikan dan strategis dalam
proses dan hasil pendidikan yang bermutu di sekolah, yaitu meliputi pemantauan,
supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut pengawas yang harus dilakukan
secara teratur dan berkesinambungan (PP 19 tahun 2005, pasal 55). Dengan
demikian, agar sepervisi berfungsi dengan baik maka dalam penerapannya seorang
supervisor perlu mengetahui pola pendekatan supervisi dan bahan supervisi
sehingga langka-langkah yang diambil lebih efektif dan komprehansif, sehingga
terjadinya quality control untuk
pengendalian mutu terhadap sebuah lembaga pendidikan.
Dari beberapa penjelasan di atas, maka
dalam makalah ini penulis akan merumuskan beberapa masalah, sebagai berikut :
1.
Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam
memberikan supervisi Pendidikan Agama Islam?
2.
Bahan apa saja yang digunakan untuk kegiatan supervisi
pendidikan agama Islam ?
B.
Pola
Pendekatan Supervisi Pendidikan Agama Islam
Pendekatan berasal dari kata approad adalah cara mendekatkan diri
kepada objek atau langkah-langkah menuju objek.[6][6] Atau pola
prilaku yang tepat untuk mempengaruhi orang lain.[7][7]
Menurut Piet A. Suhertian, bahwa suatu pendekatan pemberian supervisi sangat
tergantung kepada prototipe guru. Adapun prototipe guru, menurut Glickman
(1981) dapat dibedakan menjadi empat, yaitu : guru yang profesional, guru
tukang kritik, guru yang selalu sibuk dan guru yang tidak bermutu. Keempat
prototipe tersebut dipilah berdasarkan dua kemampuan guru yaitu berpikir
abstrak dan komitmen.[8][8] Lebih rinci
dijelaskan oleh Sri Banun Muslim tentang ciri-ciri keempat prototipe guru
tersebut, yaitu sebagai berikut : [9][9]
1. Guru yang
Profesional.
Guru yang memiliki tingkat berpikir
abstrak dan komitmen yang tinggi, ciri-cirinya : terus menerus meningkatkan dirinya sendiri,
murid-muridnya dan teman guru lainnya.
2. Guru Tukang
Kritik.
Guru seperti ini disebut analitical observer (pengamat yang analitik), yaitu guru yang
memiliki tingkat berpikir abstrak yang tinggi dan komitmen yang rendah,
ciri-cirinya : mempunyai intelegensi yang tinggi, mampu memberi gagasan yang
baik tentang apa yang dapat dilakukan dikelasnya bahkan sekolah sebagai suatu
keseluruhan, ia dapat membahas isu-isu dan dapat memikirkan langkah demi
langkah terhadap apa yang membuat
kesuksesan bagi pelaksanaan ide-idenya itu, akan tetapi sering tidak sampai
terlaksana karena meskipun ia tahu apa yang perlu dikerjakan namun tidak mau
menyediakan waktu, tenaga dan perhatian yang diperlukan untuk melaksanakan
rencana-rencana itu.
3. Guru yang
Sibuk.
Guru seperti ini disebut unfocused worker (Pekerja yang tidak
terfokus), yaitu guru yang memiliki tingkat berpikir abstrak yang rendah dan
tingkat komitmen yang tingi, ciri-cirinya : memiliki antusis yang tinggi,
anergik, dan penuh kemauan. Ia juga pekerja keras dan biasanya meninggalkan
sekolah dengan membawa pekerjaan-pekerjaan yang telah diatur untuk dikerjakan
dirumah. Sayangnya tujuan baik tersebut terhalang oleh kurangnya kemampuan guru
tersebut untuk menyelesaikan persoalan dan jarang sekali melaksanakan sesuatu
secara realistis.
4. Guru yang
tidak bermutu
Guru seperti ini disebut teacher dropout (guru yang kurang bermutu), yaitu guru yang memiliki
tingkat berpikir abstrak yang rendah dan tingkat komitmen yang rendah pula,
ciri-cirinya : a). dalam menjalankan tugas hanya berusaha sampai pada batas
minimal, b). Memiliki sedikit sekali motivasi untuk meningkatkan kompetensinya,
c). Ia tidak dapat memikirkan perbaikan apa yang harus dilakukan, dan d). Puas
dengan melakukan tugas rutin yang dilaksanakan dari hari ke hari.
Dengan demikian, dalam pemilihan
pendekatan supervisi pendidikan Agama Islam hendaknya berdasarkan prototipe
tersebut, guru yang profesional tentunya akan beda pendekatan yang gunakan dengan
guru yang tidak bermutu.
Menurut
Piet A. Suhertian, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam supervisi
yaitu pendekatan direktif, pendekatan non-direktif dan pendekatan kolaboratif,
ketiga pendekatan tersebut bertitik tolak pada teori psikologi belajar, berikut
ini penjelasan ketiga pendekatan tersebut :[10][10]
1. Pendekatan
Direktif (langsung).
Pendekatan ini lahir dari teori
psikologi behaviorisme yaitu segala perbuatan berasal dari rileks, atau respons
terhadap rangsangan/stimulus. Maka dari itu guru yang mempunyai kekurangan
perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi dengan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Adapun yang dimaksud
dengan pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang
bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung, dengan tujuan agar
guru yang mengalami problem perlu diberi rangsangan langsung agar ia bisa
bereaksi.[11][11] Pendekatan ini
dilebih tepat digunakan terhadap guru yang acuh atau tidak bermutu.[12][12]
Adapun langkah-langkah pendekatan
direktif yaitu : menjelaskan,
menyajikan, mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolok ukur, dan menguatkan.[13][13] Dan disimpulkan oleh Sri Banun
Muslim dengan istilah prilaku supervisi yaitu : demonstrating (menunjukkan), directing
(mengarahkan), standizing (mempersiapkan),
dan reinforcing (memperkuat).[14][14] Dengan demikian, Supervisor menjadi
central yang menentukan perbaikan pada guru, supervisor harus aktif, kreatif,
dan inovatif dalam memperbaiki cara mengajar guru, sehingga guru tidak merasa
di dikte dalan mengembangkan kemampuannya dan kreativitasnya.
2. Pendekatan
Non-direktif (tidak Langsung).
Pendekatan ini lahir dari pemahaman
psikologi humanistik, yang sangat menghargai orang yang akan dibantu, dengan
mendengar permasalahan. Dengan demikian pendekatan non-direktif yaitu cara
pendekatan terhadap permasalahan yang bersifat tidak langsung. Supervisor tidak
secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi terlebih dahulu mendengarkan
secara aktif apa yang dikemukan guru. Supervisor memberikan sebanyak mungkin
kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang dialami, oleh karena itu
kepribadian guru yg dibina begitu dihormati.[15][15]
Selain itu menurut Sri Banun Muslim, bahwa guru harus mampu memecahkan
masalahnya sendiri. Peranan supervisor disini adalah mendorong/membangkitkan
kesadaran sendiri dan pengalaman-pengalaman guru diklasifikasikan.[16][16] Pendekatan ini dilebih tepat
digunakan terhadap guru yang proesional.[17][17]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada pendekatan non-direktif ini guru
menjadi central yang menentukan perbaikan pada dirinya sendiri. Supervisor
hanya membantu, mendorong guru agar mampu mengembangkan kemampuannya dan
kreativitasnya.
Adapun langkah-langkah pendekatan
non-direktif yaitu : mendengarkan,
memberikan penguatan, menjelaskan, menyajikan dan memecahkan masalah.[18][18] Dan disimpulkan oleh Sri Banun
Muslim dengan istilah prilaku supervisi, yaitu meliputi : listening (mendengarkan), clarifying
(mengklarifikasi), encouraging
(mendorong), presenting (menyajikan),
problem solving (pemecahan masalah), negotiating (negosiasi), demonstrating (menunjukkan), directing (mengarahkan), standadizing (menyiapkan), and reinforcing (memperkuat).[19][19]
3. Pendekatan
Kolaboratif.
Pendekatan kolaboratif ini lahir dari psikologi kognitif,
yang beranggapan bahwa belajar adalah hasil paduan antara kegiatan individu dan
lingkungan pada gilirannya nanti berpengaruh dalam pembentukan aktivitas
individu. Dengan demikian pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang
memadukan cara pendekatan direktif dan non-direktif. Pada pendekatan ini
Supervisor dan guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses
dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang
dihadapi, pendekatan kolaboratif ini mengunakan kumunikasi dua arah, dari atas
ke bawah dan dari bawah ke atas.[20][20] Pendekatan ini
dilebih tepat digunakan terhadap guru tukang kritik atau terlalu sibuk.[21][21] Tugas supervisor adalah meminta
penjelasan kepada guru apabila ada hal-hal yang diungkapkannya kurang dipahami,
kemudian mendorong guru untuk mengaktualisasikannya inisiatif yang
dipikirkannya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya atau mengingkatkannya
paengajarannya.[22][22] Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pada pendekatan kolaboratif ini, yang menjadi
central adalah supervisor dan guru. Keduanya saling mengisi untuk menentukan
perbaikan dan pengembangan kemampuan dan
kreativitas guru.
Adapun
langkah-langkah pendekatan non-direktif
yaitu : menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, memecahkan masalah dan
negosiasi.[23][23] Dan
disimpulkan oleh Sri Banun Muslim dengan istilah prilaku supervisi, yaitu
meliputi : presenting (menyajikan), problem solving (pemecahan masalah), dan
negotiating (negosiasi).[24][24]
Istilah
yang berbeda dengan beberapa pendekatan supervisi di atas namun secara subtansi
memiki persamaan, dikemukan oleh Ali Imran yang menyatakan bahwa ada beberapa
pendekatan dalam supervisi pembelajaran, yaitu sebagai berikut :[25][25]
1. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah dalam supervisi
pembelajaran ini terkait erat dengan pengupayaan efektivitas pembelajaran,
artinya memberikan responsi atas kekurangan-kekurangan dalam menilai
efektivitas pembelajaran. Kekurang tersebut dapat berupa : [26][26]
a) kurang
tegasnya dan kurang jelasnya standar-standar yang dipergunakan untuk menilai
efektif tidaknya pembelajaran dewasa ini.
b) Sulit
menentukan metode-metode yang paling baik.
c) Sulit
menentukan guru mana yang mengajar dan melaksanakan tugas yang paling baik.
Dalam
pandangan ilmiah, pembelajaran dipandang sebagai ilmu (science), maka perbaikan pembelajaran dapat dilakukan Supervisor
dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Ada beberapa langkah dalam
melaksanakan pendekatan ilmiah ini, sebagai berikut : [27][27]
a)
Mengimplementasikan hasil penemuan
para peneliti.
Dengan hasil
temuan peneliti, akan diketahui mana pembelajaran yang efektif dan yang tidak
efektif, tentunya penemuan itu berdasarkan pada teori-teori pembelajaran yang
teruji. Sehingga Supervisor bisa mencapai sasaran dari sepervisi.
b) Bersama-sama
dengan peneliti mengadakan penelitian di bidang pembelajaran dan hal lainnya
yang bersangkut paut dengannya.
Action
research harus dilakukan oleh Supervisor bersama-sama peneliti, sehingga
mendapat pengalaman nyata dalam menentukan efektif tidaknya pembelajaran dan
Supervisor akan mendapat gambaran mengenai pembelajaran yang dilakukan oleh
guru bersama dengan siswanya.
c) Menerapkan
metode ilmiah dan mempunyai sikap ilmiah dalam menemukan efektifitas
pembelajaran.
Sikap ilmiah tersebut, antara lain : jernih
dalam memandang persoalan tanpa ada pertensi, menjaga jarak dalam hal yang
diamati, obyektif serta menggunakan kerangka-kerangka yang diakui dalam
pendekatan ilmiah.
2. Pendekatan Artistik
Pendekatan
artistik dalam supervisi pembelajaran adalah suatu pendekatan yang menyandarkan
kepada kepekaan, persepsi, dan pengetahuan Supervisor sebagai sarana untuk
mengapresiasikan kejadian-kejadian pembelajaran yang bersifat halus (subtle) dan sangat bermakna di dalam
kelas.[28][28]
Menurut Ali
Imran, ciri-ciri pendekatan artistik dalam supervisi pembelajaran, yaitu
sebagai berikut : [29][29]
a)
Menaruh perhatian terhadap karakter ekpresif tetang
pristiwa pembelajaran yang terjadi.
b)
Memerlukan jiwa seni dalam pendidikan (halus, lembut
dan untuk menjakaunya perlu dengan rasa).
c)
Mengapresiasi setiap kontribusi unik para guru yang
disupervisi terhadap pengembangan siswa.
d)
Menaruh perhatian kepada penghidupan kelas secara
keseluruhan.
e)
Memerlukan hubungan baik dan menyenangkan antara
Supervisor dan guru.
f)
Memerlukan kemampuan-kemampuan penggunaan bahasa yang
dapat menggali potensi-potensi guru.
g)
Memerlukan kemampuan untuk mendsekripsikan dan
menginterpretasikan setiap pristiwa pembelajaran yang terjadi.
h)
Menerima kenyataan bahwa supervisor, dengan segala
kelebihan dan kekurangannya, kepekaan dan pengalamannya, merupakan intrumen
pokok.
Selanjutnya Ali Imran, mengemukakan
bahwa dalam mengaplikasikan pendekatan artistik ini, ada beberapa langkah
panduan yang dapat diikuti Supervisor, yaitu sebagai berikut :[30][30]
1) Tidak boleh
punya pretensi apapun tetang pembelajaran yang diamati.
2) Mengadakan
pengamatan dengan cermat, teliti, utuh, menyeluruh serta berulang-ulang
terhadap guru yang sedang mengajar.
3) Supervisor memberikan
interpretasi atas hasil pengamatan secara formal.
4) Supervisor
menyusun hasil interpretasinya dalam bentuk narasi.
5) Menyampaikan
hasil interpretasi mengajar yang sudah dinarasikan oleh supervisor kepada
kepada guru.
6)
Balikan dari guru terhadap supervisi
yang dilakukan oleh supervisor.
3. Pendekatan Klinik
Pendekatan
klinik dalam supervisi pembelajaran dapat dikatakan merupakan konvergensi
antara pendekatan ilmiah dan pendekatan artistik, yaitu supervisi dilakukan
secara kolegial (kesejawatan) oleh supervisor dengan guru, sehingga kemampuan
mengajar guru dapat ditingkatkan.[31][31] Menurut
Sergivanni (1979) supervisi pembelajaran dengan pendekatan klinik adalah suatu
pertemuan tatap muka antara supervisor dengan guru, membahas tentang mengajar
di dalam kelas guna perbaikan pembelajaran dan pengembangan profesi. [32][32]
Lebih lanjut Ali Imran, menjelaskan
bahwa ada tiga episode supervisi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
klinik ini, yaitu sebagai berikut :[33][33]
1) Melakukan pertemuan awal.
Adapun aktivitas pada pertemuan awal adalah sebagai
berikut :
a) Supervisor
membentuk report kepada guru
b) Supervisor
bersama-sama dengan guru membicarakan rencana pembelajaran telah dibuat oleh
guru.
c) Supervisor
bersama-sama dengan guru mengenali jenis-jenis keterampilan mengajar.
d)
Supervisor bersama-sama dengan guru mengembangkan
intrumen yang akan dipakai sebagai penduann untuk mengobservasi keterampilan
mengajar guru.
2) Melakukan observasi mengajar.
Aktivitas-aktivitas dalam melakukan observasi,
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a) Memasuki
rungan kelas yang akan diajarkan oleh guru bersama-sama dengan guru.
b) Guru
menjelaskan kepada siswa tetang maksud kedatanga Supervisor ke ruang kelas.
c) Guru
mempersilakan kepada Supervisor menempati tempat yang telah disediakan.
d) Supervisor
mengobservasi penampilan mengajar guru dengan menggunakan format observasi yang
telah disepakati.
e)
Setelah proses belajar mengajar selesai, guru
bersama-sama Supervisor meninggalkan ruangan kelsa dan berpindah kerungan
khusus untuk melaksanakan aktivita supervisi.
3) Mengadakan pertemuan balikan.
Diantara langkah-langkah dalam kegiatan pertemuan
balikan, yaitu sebagai berikut :
a) Supervisor
memberikan penguatan kepada guru yang baru saja mengajar
b) Supervisor bersama-sama
dengan guru membicarakan kembali kontrak yang pernah dilakukan.
c) Supervisor
menunjukkan hasil observasi yang ia lakukan berdasarkan format atau intstrumen
observasi yang pernah disepakati.
d) Supervisor
menanyakan kepada guru bagaimana perasaannya dengan hasil observasi tersebut.
e) Supervisor
bersama-sama dengan guru menyimpulkan hasil pencapaian latihan pembelajaran
yang telah dilakukan.
Berdasarkan
beberapa pendekatan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa seorang
Supervisor sebelum melakukan supervisi hendaknya terlebih dahulu memahami
psikolagi guru, yaitu dalam menggunakan pendekatan sesuai dengan prototipe
guru, sehingga supervisi lebih efektif dan komprehensif. Supervisor tidak
menjadi momok yang menakutkan akan tetapi menjadi asisting (memberikan
bantuan), Supporting (memberika suport) dan shering (tukar menukar pendapat).
C.
Bahan dan Alat Supervisi
Pendidikan Agama Islam
Suharsimi Arikunto menjelaskan bahwa ada dua hal yang berkenaan dengan
bahan yang digunakan untuk kegiatan supervisi, yaitu sebagai berikut : [34][34]
1.
Informasi atau Data Supervisi
Dalam kegiatan supervisi
hendaknya berdasarkan data yang lengkap, komprehensif, rinci dan aktual. Data
harus disesuaikan dengan fakus perhatian pengawas. Dalam supervisi akademik ,
perhatian supervisor tertuju pada proses pembelajaran dikelas, tentu beda
dengan supervisor yang fakus pada supervisi administrasi. Adapun macam-macam
bentuk data, yaitu sebagai berikut :
a)
Data tertulis seperti rapot, daftar nilai,
absensi, angket dan lain-lain
b)
Data berbentuk suara dan bahasa yang
dikeluarkan, seperti hasil wawancara dgn wali murid, guru, kepala sekolah dan
lain-lain. Datanya berbentuk informasi, penjelasan, uraian, pendapat, atau usul
dan saran mengenai kegiatan pembelajaran yang sudah atau sedang berlangsung
c)
Data berbentuk gambaran atau grafis,
seperti rekaman vedio dan lain-lain
2.
Sumber data Supervisi
Sumber data supervisi
juga dikenal dengan sasaran supervisi, yaitu sesuatu yang dituju oleh pelaku
supervisi yang sedang mengumpulkan data. Secara garis besar sasaran tetang
sumber data dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai berikut :
a) Person, yaitu orang yang
digali informasinya lewat angket atau waancara, seperti kepala sekolah, guru,
siswa dan lain-lainnya.
b) Paper, yaitu dokumen yang
dapat digali informasinya dengan pencermatan. Ada beberapa komponen
dikategorikan dokumen yaitu sebagai berikut :
1) Dokumen tentang komponen siswa; pengumuman siswa baru, buku induk, buku
kelas, buku mutasi, daftar absensi, buku pekerjaan rumah dan yang lain-lainnya.
2) Dokumen tetang komponen ketenagaan ; buku induk pegawai, kumpulan surat
keputusan, daftar gaji, daftar presensi, buku adminitrasi guru dan
lain-lainnya.
c) Place, yaitu tempat yang dapat digali informasinya dengan pengamatan secara
terprogram dan sistematis. Seperti kelas, ruang rapat dal lain sebagainya.
D.
Kesimpulan
Pendekatan (approad) adalah cara
mendekatkan diri kepada objek atau langkah-langkah menuju objek. Pemilihan
pendekatan supervisi sangat tergantung kepada prototipe guru, yaitu : guru yang
profesional, guru tukang kritik, guru yang selalu sibuk dan guru yang tidak
bermutu.
Ada beberapa pendekatan yang dapat
digunakan dalam supervisi pendidikan agama Islam, menurut Peit A Suhertian
adalah pendekatan direktif, pendekatan
non-direktif, pendekatan kolaboratif. Dengan bahasa lain dikemukan oleh Ali Imron,
yaitu pendekatan ilmiah, pendekatan artistik dan pendekatan klinik.
Dalam kegiatan supervisi
hendaknya berdasarkan dua bahan supervisi yaitu pertama data supervisi,
seperti data tertulis, data berbentuk suara dan data berbentuk gambar/grafis. Kedua sumber data supervisi seperti person (orang), paper (dokumentasi) dan place
(lokasi).
Dengan demikian, dalam
kegiatan supervisi pendidikan agama Islam harus dilakukan dengan memilih
pendekatan supervisi sesuai dengan prototipe guru dan didukung dengan bahan
supervisi sehingga pelaksanaan supervisi oleh supervisor akan afektif dan
komprehansif dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas kenarja guru dan
kualitas mutu pendidikan.
Daftar Pustaka
Arikunto Suharsimi, 2006, Dasar-Dasar Supervisi, Jakarta : Renika
Cipta.
Imron Ali, 2011. Supervisi
Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta : Sinar Grafika Offset.
Mulyasa, E., 2005. Menjadi Guru
Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mustajab Amin, dkk. 2012, Pendekatan Supervisi Pendidikan, Supervisi
Klinik dan Pembinaan Guru, Makalah, Pontianak, Universitas Tanjung Pura.
Rahman Nazarudin, 2009, Manajemen Pembelajaran ; Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Cet I, Yogyakarta, Pustaka Felicha.
Sahertian, Piet A. 1981. Prinsip dan Teknik
Supervisi Pendidikan. Surabaya, Usaha Offset Printing.
Sahertian, Piet A. 2000. Kosep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan ; Dalam Rangka Pengembangan
Sumber Daya Manusia. Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Sri Banun Muslim, 2010. Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru,
Jakarta, CV Alfabeta, IKAPI.
Suhardan Dadang, 2006, Supevisi Bantuan Profesional, Bandung,
Mutiara Ilmu.
Tim Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
Kalijaga, 2002, Jurnal Ilmu Pendidikan
Islam; Kajian tentang Konsep, Problem dan Prospek Pendidikan Islam, edisi
Vol. 3 No. 2 Januari 2001, Yogyakarta, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kali Jaga.
[1][1] Nazarudin
Rahman, Manajemen Pembelajaran ;
Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Umum, Cet I, 2007, Yogyakarta : Pustaka Felicha. Hal. 161.
[2][2] Mulyasa, E., Menjadi
Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, 2005, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Hal. 67.
[3][3] Piet A. Sahertian,
Prinsip dan Teknik
Supervisi Pendidikan. Surabaya, 1981.
Usaha Offset Printing. Hal. 141
[6][6] Amin
Mustajab, dkk. Pendekatan Supervisi
Pendidikan, Supervisi Klinik dan Pembinaan Guru, Makalah, 2012, Pontianak,
Universitas Tanjung Pura. Hal. 4.
[7][7] Sri Banun
Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan
Kualitas Profesionalisme Guru, 2010, Jakarta : CV Alfabeta, IKAPI. Hal.77.
[8][8] Piet A. Sahertian,
Kosep Dasar dan Teknik
Supervisi Pendidikan ; Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. 2000. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Hal. 44-45.
[25][25] Ali
Imron, Supervisi Pembelajaran Tingkat
Satuan Pendidikan, 2011, Jakarta : Sinar Grafika Offset. Hal. 28-65.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar